[IMG][/IMG]
Di pesisir selatan Yogyakarta, terdapat sekitar 13 obyek pantai yang memiliki pesona wisata, ternyata Pantai Parangtritis yang selalu menempati peringkat teratas dalam angka kunjungan wisata, dibanding pantai-pantai lainnya. Pantai yang Berlokasi sekitar 27 Km dari kota Yogyakarta ini, dapat dicapai melalui desa Kretek atau rute yang lebih panjang, tetapi pemandangannya lebih indah yaitu melalui Imogiri dan desa Siluk.
Pantai yang termasuk wilayah Bantul ini merupakan pantai yang landai, dengan bukit berbatu, pesisir dan berpasir putih serta pemandangan bukit kapur di sebelah utara pantai. Di kawasan ini wisatawan dapat berkeliling pantai menggunakan bendi dan kuda yang disewakan dan dikemudikan oleh penduduk setempat. Selain terkenal sebagai tempat rekreasi, parangtritis juga merupakan tempat keramat. Banyak pengunjung yang datang untuk bermeditasi. Pantai ini merupakan salah satu tempat untuk melakukan upacara Labuhan dari Kraton Yogyakarta.
Pada musim kemarau, angin bertiup kencang seperti tak mau kalah dengan deburan ombak yang rata-rata setinggi 2-3 meter. Sering terdengar kabar ada pengunjung pantai selatan hilang terseret gelombang. Anehnya, jenazah pengunjung yang nahas itu, menghilang bagaikan ditelan bumi. Tim SAR rata-rata baru bisa menemukan jenazahnya 2-3 hari kemudian setelah melakukan penyisiran. Biasanya, lokasi penemuan mayat tidak pada area di mana pengunjung tersebut tertelan ombak. Mayat ditemukan ratusan meter, bahkan kadang beberapa kilometer dari lokasi semula.
Di kalangan masyarakat setempat, kejadian misterius semacam itu, semakin menguatkan mitos bahwa penguasa laut yang lazim disebut Nyi Roro Kidul (Ratu Pantai Selatan), suka "melenyapkan" orang yang tidak mengindahkan kaidah alam. Dari sisi ilmiah, kejadian semacam itu makin menguatkan teori bahwa palung laut selatan Jawa memang sarat arus bawah yang terus bergerak. Benda apa saja yang terseret ombak dari bibir pantai, terseret ke bawah dan terdampar pada lokasi berbeda.
Kepercayaan masyarakat setempat tentang legenda Nyi Roro Kidul juga dengan sendirinya melahirkan pesona tersendiri. Hampir setiap malam Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon, para pengunjung maupun nelayan setempat melakukan upacara ritual di pantai tersebut. Acara ritual diwarnai pelarungan sesajen dan kembang warna-warni ke laut. Puncak acara ritual biasanya terjadi pada malam 1 Suro, dan dua-tiga hari setelah hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Intinya, nelayan meminta keselamatan dan kemurahan rezeki dari penguasa bumi dan langit.
Minggu, 28 November 2010
Selasa, 28 September 2010
rumah adat, kesenian, geguritan
MACAM RUMAH ADAT INDONESIA
rumah adat aceh
Mengenai asal-usul atau awal mula dari kesenian jatilan ini, tidak ada catatan sejarah yang dapat menjelaskan dengan rinci, hanya cerita-cerita verbal yang berkembang dari satu generasi kegenerasi lain. Dalam hal ini, ada beberapa versi tentang asal-usul atau awal mula adanya kesenian jatilan ini, diantaranya adalah sebagai berikut. Konon, jatilan ini yang menggunakan properti berupa kuda tiruan yang terbuat dari bambu ini merupakan bentuk apresiasi dan dukungan rakyat jelata terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi penjajah Belanda. Selain itu, ada versi lain yang menyebutkan, bahwa jatilan menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah, yang dibantu oleh Sunan Kalijaga, melawan penjajah Belanda. Adapun versi lain menyebutkan bahwa tarian ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono I, raja Mataram untuk mengadapi pasukan Belanda.
Pagelaran kesenian ini dimulai dengan tari-tarian oleh para penari yang gerakannya sangat pelan tetapi kemudian gerakanya perlahan-lahan menjadi sangat dinamis mengikuti suara gamelan yang dimainkan. Gamelan untuk mengiringi jatilan ini cukup sederhana, hanya terdiri dari drum, kendang, kenong, gong, dan slompret, yaitu seruling dengan bunyi melengking. Lagu-lagu yang dibawakan dalam mengiringi tarian, biasanya berisikan himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan selalu ingat pada Sang Pencipta, namun ada juga yang menyanyikan lagu-lagu lain. Setelah sekian lama, para penari kerasukan roh halus sehingga hampir tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan, mereka melakukan gerakan-gerakan yang sangat dinamis mengikuti rancaknya suara gamelan yang dimainkan.
Di samping para penari dan para pemain gamelan, dalam pagelaran jatilan pasti ada pawang roh yaitu orang yang bisa “mengendalikan”roh-roh halus yang merasuki para penari. Pawang dalam setiap pertunjukan jatilan ini adalah orang yang paling penting karena berperan sebagai pengendali sekaligus pengatur lancarnya pertunjukan dan menjamin keselamatan para pemainnya. Tugas lain dari pawang adalah menyadarkan atau mengeluarkan roh halus yang merasuki penari jika dirasa sudah cukup lama atau roh yang merasukinya telah menjadi sulit untuk dikendalikan.
Selain melakukan gerakan-gerakan yang sangat dinamis mengikuti suara gamelan pengiring, para penari itu juga melakukan atraksi-atraksi berbahaya yang tidak dapat dinalar oleh akal sehat. Di antaranya adalah mereka dapat dengan mudah memakan benda-benda tajam seperti silet, pecahan kaca, menyayat lengan dengan golok bahkan lampu tanpa terluka atau merasakan sakit. Atraksi ini dipercaya merefleksikan kekuatan supranatural yang pada jaman dahulu berkembang di lingkungan kerajaan Jawa, dan merupakan aspek nonmiliter yang dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda.
Selain mengandung unsur hiburan dan religi, kesenian tradisional jatilan ini seringkali juga mengandung unsur ritual karena sebelum pagelaran dimulai, biasanya seorang pawang atau dukun melakukan suatu ritual yang intinya memohon ijin pada yang menguasai tempat tersebut yang biasanya ditempat terbuka supaya tidak menggangu jalannya pagelaran dan demi keselamatan para penarinya.
Pagelaran ini seperti pagelaran seni yang lainnya yang umumnya mempunyai suatu alur cerita. Jadi biasanya jatilan ini membawakan sebuah cerita yang disampaikan dalam bentuk tarian. Saat ini tidak banyak orang yang melihat pertunjukan seni dari sisi pakem bentuk kesenian tersebut melainkan dari sisi hiburannya, yang mereka lihat dan lebih mereka senangi adalah bagian dimana para pemain jathilan ini seperti kerasukan dan melakukan atraksi-atraksi berbahaya. Jadi masyarakat melihat Jathilan sebagai sebuah pertunjukan tempat pemain kerasukan. Bukan sebagai pertunjukan yang ingin bercerita tentang suatu kisah.
Kesenian jatilan yang dipertunjukan pada upacara adat Mbah Bergas diawali dengan kesenian warok-warokan, yaitu suatu bentuk kesenian yang berjudul Suminten Edan”. Lakon ini bercerita tentang Suromenggolo yang mempunyai anak bernama Cempluk. Suromenggolo mempunyai saudara seperguruan yang bernama Surobangsat. Surobangsat dan Suromenggolo telah lama tidak berjumpa sehingga ia mengunjungi Suromenggolo. Surobangsat mempunyai anak yang bernama Gentho. Surobangsat bermaksud menjodohkan Gentho dengan cempluk. Namun Suromenggolo tidak setuju. Kemudian terjadilah pertarungan antara keduanya. Surobangsat kalah setelah Suromenggolo mengeluarkan aji-aji pamungkas yang berupa kolor.
Setelah pertunjukan warok-warokan selesai, dilanjutkan dengan pertunjukan tarian oleh pasukan buto yang berjumlah sepuluh orang penari. Tarian ini sebagai kreasi atau sebagai perkembangan dari pertunjukkan jatilan untuk lebih memeriahkan pertunjukan jatilan dan menarik perhatian warga untuk menyaksikan. Gerakan-gerakan tarian ini sangat dinamis dan enerjik, gerakan yang serempak para penari membuat para penonton terpesona.
Aksesoris yang dipakai para penari antara lain gelang kaki, gelang tangan, dan topeng buto yang berwujud hewan-hewan seperti harimau, domba, dan singa. Gerakan yang sangat cepat dan lincah dari para penari membuat gelang kaki yang mereka pakai menimbulkan irama yang rancak.
Setelah pertunjukan tarian buto selesai kemudian dilanjutkan tarian jatilan. Jumlah penari jatilan ada sepuluh orang. Aksesoris yang digunakan antara lain gelang tangan, gelang kaki, ikat lengan, kalung (kace), mahkota (kupluk Panji), dan keris. Makna dari busana dan aksesoris yang digunakan adalah meniru tokoh Panji Asmarabangun, yaitu putra dari kerajaan Jenggala Manik. Dalam pertunjukan jatilan ini juga ada tiga pawang yang bertugas untuk mengatur, menjaga dan menjamin lancarnya pertunjukan, pawang-pawang ini juga bertugas untuk menyadarkan para penari yang kerasukan.
Dalam pertunjukan jatilan juga disediakan beberapa jenis sesaji antara lain pisang raja satu tangkep, jajanan pasar yang berupa makanan-makanan tradisional, tumpeng robyong yaitu tumpeng robyong yang dihias dengan kubis, dawet, beraneka macam kembang, dupa Cina dan menyan, ingkung klubuk (ayam hidup) yang digunakan sebagai sarana pemanggilan makhluk halus dan lain-lain.
Jatilan yang ditampilkan dalam upacara adat Mbah Bergas merupakan sajian dari Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Putra Manunggal. Paguyuban ini didirikan sekitar pada tahun 1992. Para penari jatilan berserta penabuh gamelan kurang lebih berjumlah empat puluh orang. Mereka berlatih setiap satu bulan sekali pada pertengahan bulan (biasanya pada malam minggu). Cerita yang disajikan adalah mengadopsi dari Jatilan klasik, yaitu tentang cerita tokoh Kresna. Sedangkan pada warok-warokan selain menampilkan cerita “Suminten Edan” juga mengambil cerita dari babad-babad Jawa, antara lain perang Prabu Baka dengan para Buto.
rumah adat aceh
rumah adat betawi
rumah adat jogja
rumah adat bali
rumah adat jambi
rumah adat papua
KESENIAN JATHILAN
Jatilan adalah sebuah kesenian yang menyatukan antara unsur gerakan tari dengan magis. Jenis kesenian ini dimainkan dengan properti berupa kuda tiruan, yang terbuat dari anyaman bambu atau kepang. Kesenian yang juga sering disebut dengan nama jaran kepang ini dapat dijumpai di daerah-daerah Jawa.
Pagelaran kesenian ini dimulai dengan tari-tarian oleh para penari yang gerakannya sangat pelan tetapi kemudian gerakanya perlahan-lahan menjadi sangat dinamis mengikuti suara gamelan yang dimainkan. Gamelan untuk mengiringi jatilan ini cukup sederhana, hanya terdiri dari drum, kendang, kenong, gong, dan slompret, yaitu seruling dengan bunyi melengking. Lagu-lagu yang dibawakan dalam mengiringi tarian, biasanya berisikan himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan selalu ingat pada Sang Pencipta, namun ada juga yang menyanyikan lagu-lagu lain. Setelah sekian lama, para penari kerasukan roh halus sehingga hampir tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan, mereka melakukan gerakan-gerakan yang sangat dinamis mengikuti rancaknya suara gamelan yang dimainkan.
Di samping para penari dan para pemain gamelan, dalam pagelaran jatilan pasti ada pawang roh yaitu orang yang bisa “mengendalikan”roh-roh halus yang merasuki para penari. Pawang dalam setiap pertunjukan jatilan ini adalah orang yang paling penting karena berperan sebagai pengendali sekaligus pengatur lancarnya pertunjukan dan menjamin keselamatan para pemainnya. Tugas lain dari pawang adalah menyadarkan atau mengeluarkan roh halus yang merasuki penari jika dirasa sudah cukup lama atau roh yang merasukinya telah menjadi sulit untuk dikendalikan.
Selain melakukan gerakan-gerakan yang sangat dinamis mengikuti suara gamelan pengiring, para penari itu juga melakukan atraksi-atraksi berbahaya yang tidak dapat dinalar oleh akal sehat. Di antaranya adalah mereka dapat dengan mudah memakan benda-benda tajam seperti silet, pecahan kaca, menyayat lengan dengan golok bahkan lampu tanpa terluka atau merasakan sakit. Atraksi ini dipercaya merefleksikan kekuatan supranatural yang pada jaman dahulu berkembang di lingkungan kerajaan Jawa, dan merupakan aspek nonmiliter yang dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda.
Selain mengandung unsur hiburan dan religi, kesenian tradisional jatilan ini seringkali juga mengandung unsur ritual karena sebelum pagelaran dimulai, biasanya seorang pawang atau dukun melakukan suatu ritual yang intinya memohon ijin pada yang menguasai tempat tersebut yang biasanya ditempat terbuka supaya tidak menggangu jalannya pagelaran dan demi keselamatan para penarinya.
Pagelaran ini seperti pagelaran seni yang lainnya yang umumnya mempunyai suatu alur cerita. Jadi biasanya jatilan ini membawakan sebuah cerita yang disampaikan dalam bentuk tarian. Saat ini tidak banyak orang yang melihat pertunjukan seni dari sisi pakem bentuk kesenian tersebut melainkan dari sisi hiburannya, yang mereka lihat dan lebih mereka senangi adalah bagian dimana para pemain jathilan ini seperti kerasukan dan melakukan atraksi-atraksi berbahaya. Jadi masyarakat melihat Jathilan sebagai sebuah pertunjukan tempat pemain kerasukan. Bukan sebagai pertunjukan yang ingin bercerita tentang suatu kisah.
Kesenian jatilan yang dipertunjukan pada upacara adat Mbah Bergas diawali dengan kesenian warok-warokan, yaitu suatu bentuk kesenian yang berjudul Suminten Edan”. Lakon ini bercerita tentang Suromenggolo yang mempunyai anak bernama Cempluk. Suromenggolo mempunyai saudara seperguruan yang bernama Surobangsat. Surobangsat dan Suromenggolo telah lama tidak berjumpa sehingga ia mengunjungi Suromenggolo. Surobangsat mempunyai anak yang bernama Gentho. Surobangsat bermaksud menjodohkan Gentho dengan cempluk. Namun Suromenggolo tidak setuju. Kemudian terjadilah pertarungan antara keduanya. Surobangsat kalah setelah Suromenggolo mengeluarkan aji-aji pamungkas yang berupa kolor.
Setelah pertunjukan warok-warokan selesai, dilanjutkan dengan pertunjukan tarian oleh pasukan buto yang berjumlah sepuluh orang penari. Tarian ini sebagai kreasi atau sebagai perkembangan dari pertunjukkan jatilan untuk lebih memeriahkan pertunjukan jatilan dan menarik perhatian warga untuk menyaksikan. Gerakan-gerakan tarian ini sangat dinamis dan enerjik, gerakan yang serempak para penari membuat para penonton terpesona.
Aksesoris yang dipakai para penari antara lain gelang kaki, gelang tangan, dan topeng buto yang berwujud hewan-hewan seperti harimau, domba, dan singa. Gerakan yang sangat cepat dan lincah dari para penari membuat gelang kaki yang mereka pakai menimbulkan irama yang rancak.
Setelah pertunjukan tarian buto selesai kemudian dilanjutkan tarian jatilan. Jumlah penari jatilan ada sepuluh orang. Aksesoris yang digunakan antara lain gelang tangan, gelang kaki, ikat lengan, kalung (kace), mahkota (kupluk Panji), dan keris. Makna dari busana dan aksesoris yang digunakan adalah meniru tokoh Panji Asmarabangun, yaitu putra dari kerajaan Jenggala Manik. Dalam pertunjukan jatilan ini juga ada tiga pawang yang bertugas untuk mengatur, menjaga dan menjamin lancarnya pertunjukan, pawang-pawang ini juga bertugas untuk menyadarkan para penari yang kerasukan.
Dalam pertunjukan jatilan juga disediakan beberapa jenis sesaji antara lain pisang raja satu tangkep, jajanan pasar yang berupa makanan-makanan tradisional, tumpeng robyong yaitu tumpeng robyong yang dihias dengan kubis, dawet, beraneka macam kembang, dupa Cina dan menyan, ingkung klubuk (ayam hidup) yang digunakan sebagai sarana pemanggilan makhluk halus dan lain-lain.
Jatilan yang ditampilkan dalam upacara adat Mbah Bergas merupakan sajian dari Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Putra Manunggal. Paguyuban ini didirikan sekitar pada tahun 1992. Para penari jatilan berserta penabuh gamelan kurang lebih berjumlah empat puluh orang. Mereka berlatih setiap satu bulan sekali pada pertengahan bulan (biasanya pada malam minggu). Cerita yang disajikan adalah mengadopsi dari Jatilan klasik, yaitu tentang cerita tokoh Kresna. Sedangkan pada warok-warokan selain menampilkan cerita “Suminten Edan” juga mengambil cerita dari babad-babad Jawa, antara lain perang Prabu Baka dengan para Buto.
GEGURITAN JAWA
ILIR-ILIR
Kabeh manungsa
kabeh janma kang urip
mesthi
tekan papan kuwi
ora ngerti rama
ora ngerti biyung
ora ngerti anak-bojo
ora ngerti putu
ora ngerti embah
ora ngerti sedulur
ora ngerti awake dhewe
kabeh sarwa putih
samar
kumleyang
“pesthi Gusti”
Langganan:
Postingan (Atom)